Inibaru.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmi mengumumkan bahwa pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025. Meski PPN naik 1 persen terkesan sedikit, realitanya banyak pakar yang menyebut kenaikan PPN ini bisa memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian Taanh Air.
Sri menyebut keputusan yang dipastikan saat menggelar rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu (13/11/2024) tersebut nggak dilaksanakan asal-asalan. Pasalnya, hal ini mengikuti aturan yang ditetapkan pada UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonsasi Peraturan Perpajakan yang menaikkan PPN secara bertahap dari 11 persen sejak April 2022, hingga jadi 12 persen per 2025 nanti.
Kenaikan tarif PPN nggak sesederhana jika ada barang atau jasa seharga Rp1 juta, pajaknya jadi Rp110 ribu pada masa sekarang dan kemudian naik jadi Rp120 ribu mulai 2025 nanti. Sebab, dalam beberapa waktu belakangan daya beli masyarakat sangat rendah akibat naiknya harga sejumlah bahan kebutuhan pokok.
Memang, barang kebutuhan pokok seperti sembako hingga harga makanan dan minuman nggak akan dikenakan PPN, tapi, tetap saja harga barang dan jasa lain yang terkait dengan produksi atau distribusi dari berbagai hal yang terkait dengan kebutuhan sehari-hari akan naik akibat hal ini. Dampaknya, daya beli masyarakat dikhawatirkan akan semakin merosot.
“Dalam beberapa waktu belakangan saja, nggak cuma saya, banyak yang mengeluh dagangannya sepi. Apalagi kalau nanti PPN naik dan bikin banyak harga ikutan naik,” keluh salah seorang pedagang UMKM di Tlogosari, Kota Semarang, Melawati, Kamis (18/11).
Penjelasannya begini, kalau sampai PPN naik, dan yang menanggung adalah penjual atau pengusaha, mereka akhirnya akan membuat barang produksinya atau tarif jasanya juga akan naik. Hal ini dilakukan demi memastikan usaha mereka nggak terganggu dan nggak memberikan dampak ke karyawannya.
“Di sisi lain, kalau PPN ditekankan ke pembeli, bakal bikin inflasi, peningkatan harga barang dan jasa, dan akhirnya bikin biaya hidup masyarakat jadi naik,” terang peneliti dari lembaga ekonomi SMERU Luhur Bima sebagaimana dilansir dari Bbcindonesia¸ Sabtu (16/11).
Yang diperkirakan bakal paling terdampak dari naiknya PPN jadi 12 persen ini adalah kelas menengah. Pasalnya, mereka nggak jadi target bantuan pemerintah yang menyasar kelas bawah. Di sisi lain, kelas atas tentu nggak akan merasakan betul dampak naiknya berbagai harga barang dan jasa.
“Padahal, deflasi dalam beberapa bulan belakangan sudah jadi sinyal kuat kalau daya beli masyarakat sangat lemah. Makanya, ada kekhawatiran besar kenaikan PPN ini akan membuatnya jadi semakin parah,” lanjut Luhur.
Apalagi, sejauh ini banyak orang yang merasa kenaikan pajak nggak disertai dengan adanya perbaikan pelayanan publik. Makanya, saat ada kabar tentang kenaikan PPN ini, reaksi yang diberikan masyarakat kebanyakan negatif.
“Dengan kenaikan PPN jadi 12 persen ini, pemerintah harusnya memastikan kalau masyarakat kelas menengah dan bawah bisa mendapatkan layanan publik dan jaminan sosial dengan lebih baik. Jadi, mereka nggak akan terkena dampak inflasi yang terlalu tinggi. Dengan begitu, diharapkan daya beli masyarakat nggak separah yang dikhawatirkan nantinya,” ucap peneliti dari Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar.
Memang sih ya, kita harus bersiap dengan dampak dari PPN 12 persen yang bakal berlaku 2025 nanti. Semoga saja ada kebijakan yang tepat agar masyarakat nggak terbebani dengan keputusan ini. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E05)