Inibaru.id – Kemegahan Bengawan Solo yang sampai diabadikan menjadi sebuah lagu kini seperti hilang nggak bersisa. Saat ini, sungai terpanjang di Pulau Jawa ini justru lebih populer lantaran berita-berita mengenaskan seperti pencemaran limbah.
Hal inilah yang terjadi belakangan. Saking parahnya pencemaran limbah ciu di Bengawan Solo, PDAM Solo sampai memilih untuk berhenti memproduksi air yang sangat dibutuhkan oleh pelanggan.
FYI, ciu adalah salah satu minuman keras tradisional yang memang masih banyak diproduksi di sekitar aliran Bengawan Solo. Warga setempat biasanya menyadari pencemaran ini akan berpengaruh pada perubahan warna dan aroma air sungai.
“Nggak bisa diprediksi kapan sungai terlihat sangat tercemar atau nggak. Tapi, warga sekitar biasanya tahu kalau saat kemarau dan airnya menyusut, limbah di Bengawan Solo jadi semakin parah,” ungkap petugas PDAM Solo Purnomo sebagaimana dilansir dari Tribunjateng, Sabtu (17/6/2023).
Nggak hanya bau alkohol yang menyengat, warna air Bengawan solo juga berubah jadi hitam pekat. Warga yang memancing di Bengawan Solo bahkan ada yang mengaku kulitnya gatal-gatal karena terkena air dari sungai tersebut.
Gara-gara hal ini, pihak PDAM pun menganggap air dari Bengawan Solo nggak layak untuk diolah. Produksi air pun praktis berhenti sejak Jumat (16/6) pagi. Agar masalah ini nggak berlarut-larut, pihak PDAM pun meminta bantuan Jasa Tirta Bendungan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri untuk menambah gelontoran air ke Bengawan Solo sehingga limbah tersebut bisa segera dilenyapkan di area air yang dipakai PDAM.
“Kalau nggak, kita tekan pompa sekitar 2-3 jam lebih gitu biar nantinya limbah mengalir terus ke hilir,” lanjut Purnomo.
Masalah Tahunan
Namun, jika air yang sudah tercemar limbah ciu itu dialirkan ke hilir sebenarnya hanya memindahkan air yang tercemar ke wilayah lain. Hal inilah yang dikeluhkan Kepala Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Diro Beni Susanto pada 2021 lalu. Dia menyebut masalah pencemaran limbah ciu di aliran Sungai Bengawan Solo sebagai masalah tahunan.
“Setiap tahun Bengawan Solo selalu tercemar. Setiap masuk musim kemarau seperti seperti ini. Sudah berlangsung sekitar lima tahun belakangan,” keluhnya sebagaimana dilansir dari Kompas, Kamis (9/9/2021).
Lantas, apakah tidak ada solusi atas masalah ini? Pada September 2021 lalu, kepolisian mengaku sudah menyelidiki dua desa di Sukoharjo yang memiliki banyak produsen ciu. Ada dua orang ditangkap karena membuang limbahnya ke Bengawan Solo, bukannya ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sayangnya, hal itu nggak bikin kapok.
Padahal, IPAL itulah yang sebenarnya jadi solusi agar limbah ciu nggak lagi dibuang ke sungai dan anak sungai Bengawan Solo.
Melihat fakta ini, ada baiknya regulasi dan pengawasan terhadap industri ciu semakin dipertegas agar kasus pencemaran Sungai Bengawan Solo nggak lagi terjadi di masa depan. Pertanyaannya, mungkinkah hal tersebut benar-benar bisa dilakukan? (Arie Widodo/E10)