Inibaru.id - Desa nggak ideal hanya dilihat dari seberapa kencang roda ekonominya berputar, tapi juga seberapa aktif masyarakatnya, terutama anak muda, dalam memikirkan berbagai dinamika di tanah kelahiran mereka.
Geliat desa bisa dilihat dari berbagai aspek, tapi yang paling kentara adalah keberadaan organisasi sosial atau komunitas budaya yang terus mengalami perkembangan di wilayah tersebut. Kalau di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, salah satu contohnya adalah Pondok Tani Bendo Agung.
Komunitas sosial budaya di Desa Jepalo, Kecamatan Gunungwungkal ini baru dua tahun berdiri, tapi kiprahnya telah banyak dirasakan para pemuda desa. Bahkan, sang ketua Adid Rafael Aris Husaini bilang, saat ini hampir seluruh anak muda di Desa Jepalo aktif dalam komunitas tersebut.
"Hampir semuanya (pemuda Desa Jepalo) anggota komunitas ini. Bahkan, yang sudah dewasa juga banyak yang ikut dalam kajian-kajian kami. Jadi, bisa dibilang kami berasal dari berbagai kalangan," terang lelaki yang akrab disapa Adid ini.
Dari Obrolan Ringan
Adid mengungkapkan, dirinya sejatinya nggak menyangka Pondok Tani Bendo Agung akan menjadi sebesar sekarang, karena semula komunitas ini hanyalah sirkel kecil berisikan obrolan ringan ngalor ngidul khas perdesaan sembari ngopi dan duduk santai.
"Dulu, kami sering njagong, ngopi, dan berdiskusi kecil; tapi seringkali obrolan melebar hingga bahas berbagai topik mulai dari pemberdayaan diri, kajian ilmiah, hingga budaya kontemporer," terangnya. "Dari situ kami sadar, kami butuh wadah yang diharapkan bisa menyalurkan kegiatan atau karya nyata untuk mengungkapkan rasa syukur; maka muncullah gagasan untuk mendirikan komunitas ini."
Secara resmi, Pondok Tani Bendo Agung didirikan di Dukuh Dombyang, Desa Jepalo, pada 2022. Adid mengenang, waktu itu bertepatan dengan Ramadan, mereka mengadakan acara buka bersama bertemakan Nguri-nguri Budaya Leluhur.
“Saat bukber itu kami mencoba sesuatu yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kami mengadakan diskusi panel tentang budaya leluhur yang disambungkan dengan keagamaan. Dari obrolan itu, nama Pondok Tani Bendo Agung muncul,” jelas Adid.
Ruang untuk Diskusi
Secara garis besar, Adid memaparkan, komunitas ini didirikan guna mengakomodasi kebutuhan masyarakat desa akan ruang diskusi yang bermanfaat untuk mencapai kemuliaan. Pondok Tani Bendo Agung, lanjutnya, dibentuk agar warga bisa berkumpul untuk mengkaji semua hal yang muncul.
"Dari segi nama, 'pondok' berarti tempat; 'tani' itu ya bertani. Terus, 'bendo' adalah nama pepunden desa, Mbah Bendo; kemudian 'agung' artinya mulia," terang lelaki 30 tahun tersebut. "Jadi, ini adalah tempat ngumpul untuk mengkaji semua hal agar kami menjadi orang yang mulia."
Selain rajin menggelar diskusi budaya dan agama, Pondok Tani Bendo Agung juga membuka ruang yang lebar untuk kreasi dan kesenian. Menurut Adid, komunitas ini adalah wadah untuk berbagai ilmu dan karya, serta ruang tumbuh bagi para anggotanya.
"Kami ingin menjadi pribadi yang berguna dan bermanfaat, sesuai dengan fungsi manusia sebagai khalifah di dunia. Kami juga mendukung pertanian sebagai bagian dari pengembangan komunitas dengan karya bertani multidimensi," pungkasnya.
Untuk menjadikan desa sebagai pusat dari pengembangan masyarakat, komunitas adalah elemen penting di dalamnya; karena di situlah informasi bisa didapat sekaligus didiskusikan dengan saksama. Di tempatmu, adakah komunitas serupa ini, Millens? (Rizki Arganingsih/E03)