Inibaru.id - Tempat pembuangan sampah (TPS) yang membludak masih menjadi isu besar di pelbagai daerah. Pengelolaan dan penyortiran sampah, khususnya sampah plastik yang sulit terurai, di negeri ini memang belum bisa dibilang baik. Inilah salah satu faktor yang membuat TPS cepat penuh.
Mengantisipasi kondisi tersebut, warga Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus pun mencoba berinovasi dengan membuat program pengelolaan sampah sejak beberapa tahun silam. Salah satunya dengan mengubah plastik bekas menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Rasa penasaran menyaksikan sendiri proses konversi sampah menjadi BBM jenis minyak, bensin, dan solar ini pun segera menuntun saya ke pusat pengelolaan sampah di Desa Sidorekso beberapa waktu lalu. Proses konversi ini menggunakan mesin pirolisis plastik (plastic pyrolysis).
Sedikit informasi, pirolisis adalah proses pemanasan bersuhu tinggi dalam ruangan kedap udara yang membuat suatu benda terurai menjadi molekul yang lebih kecil. Nah, plastik yang dibuat dari minyak mentah bisa "terurai" menjadi minyak sintesis menggunakan mesin pirolisis tersebut.
Beroperasi Sejak 2022
Di berbagai wilayah di dunia, proses pirolisis pada plastik dianggap sebagai solusi untuk dua isu besar sekaligus, yakni sampah plastik dan energi fosil. Namun, aroma pembakaran yang kuat saat saya mendekati mesin pirolisis yang tengah beroperasi di Desa Sidorekso membuat saya sedikit khawatir.
Luqman Setyo Budi, operator mesin pirolisis yang saya temui mengatakan, produksi BBM berupa bensin dan solar dengan memanfaatkan sampah plastik di Desa Sidorekso sudah dimulai sejak 2022. Inovasi ini merupakan ide kepala desa yang melihat kondisi TPS di desanya yang mulai kelebihan muatan.
"Pemerintah desa pun kemudian membeli alat pirolisis," tutur Luqman sembari menunjukkan mesin yang dimaksud. “Alhamdulillah, sejak ada mesin ini, TPS Sidorekso nggak pernah kelebihan muatan lagi."
Menurut pengakuannya, semenjak mesin pirolisis beroperasi TPS Sidorekso hanya sekali dalam setahun membuang sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Tanjungrejo yang berlokasi di Kecamatan Jekulo, Kudus.
Sampah Nggak Laku
Luqman menerangkan, pembuatan BBM di Desa Sidorekso menggunakan sampah plastik yang sudah nggak punya nilai jual seperti kresek, kemasan produk, dan styrofoam. Sampah ini didapatkan dari rumah warga serta para pengepul sampah di TPS Sidorekso.
"Sampah yang terkumpul kemudian dicuci bersih, lalu dikeringkan," paparnya. "Setelah itu, sampah dimasukkan dalam mesin pirolisis dan dimasak selama delapan jam."
Hasil akhir dari proses ini, lanjut Luqman, nantinya berbentuk cairan. Menurutnya, cairan ini bisa dalam bentuk minyak tanah, bensin (gasolin), dan solar, tergantung karakteristiknya.
"BBM yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus, lo, Mbak!" serunya semringah.
Murah dan Lebih Bagus
Dalam sehari, mesin pirolisis di Desa Sidorekso mampu meleburkan sekitar 30-40 kilogram sampah. Selama proses tersebut, mereka umumnya mampu memperoleh sekitar 30 liter solar dan lima liter bensin.
Seperti kata Luqman, mereka mengklaim bahwa BBM yang dihasilkan melalui proses ini memiliki kualitas yang bagus. Untuk gasolin, kadarnya bisa mencapai 98 oktan (setara Pertamax Turbo), lebih baik ketimbang produk-produk reguler yang dikeluarkan Pertamina.
"Kalau besin (gasolin), setara dengan Pertamax (92 oktan) lah, sedangkan untuk solar mungkin sebagus Pertamax Dex," sahutnya. "Harganya juga lebih murah, jadi produk kami banyak peminatnya."
Luqman memaparkan, seliter gasolin pirolisis dibanderol dengan harga Rp10 ribu saja, sedangkan untuk solar Rp8.000. Namun, karena produknya terbatas, mereka baru memasarkan BBM ini di sekitar wilayah Desa Sidorekso.
"Untuk saat ini (produk) masih terbatas, karena kapasitas maksimal mesin dan keterbatasan tenaga. Jadi, sementara kami fokus ke Desa Sidorekso dulu," tandasnya.
Terlepas dari aroma pembakarannya yang cukup kuat, inovasi Desa Sidorekso mengonversi sampah plastik menjadi BBM ini tetap harus diapresiasi. Di tempatmu, adakah yang seperti ini juga, Millens? (Sekarwati/E03)